Banda Aceh – Di sebuah gang kecil di kawasan Simpang Surabaya, Kamis (30/10/2025) pagi itu, suasana tampak sedikit berbeda. Kepala Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil (Disdukcapil) Kota Banda Aceh, Heru Triwijanarko, S.STP, M.Si, bersama staf terlihat berjalan menyusuri lorong sempit menuju sebuah rumah kos sederhana. Di sanalah tinggal Arsi Wahyuni (29 tahun), seorang ibu muda yang setiap hari berkeliling dari satu sudut kota ke sudut lain untuk mengamen demi menghidupi enam anaknya.
Heru tidak datang sendiri, melainkan membawa sebuah misi sederhana namun berarti besar, menyerahkan dokumen administrasi kependudukan milik Arsi, Kartu Keluarga (KK), Kartu Tanda Penduduk (KTP), dan Kartu Identitas Anak (KIA).
Respon cepat ini bermula dari telepon Ketua DPRK Banda Aceh, Irwansyah, yang sehari sebelumnya sempat berkunjung ke rumah Arsi. Saat itu, Irwansyah menyerahkan bantuan bahan pokok dan menyampaikan kepada Kadisdukcapil tentang kondisi Arsi yang belum memiliki dokumen kependudukan lengkap.
“Begitu ditelpon Pak Ketua, saya langsung minta tim menindaklanjuti. Dalam waktu sekitar satu jam, KTP dan KK-nya selesai. Sebenarnya kemarin sudah bisa diserahkan,” tutur Heru sambil tersenyum.
Di balik gerak cepat tersebut, ada peran penting Tim Reaksi Cepat Disdukcapil Kota Banda Aceh, yang dibentuk pada tahun 2024 melalui Surat Keputusan Kadisdukcapil Kota Banda Aceh Nomor 470/49/2024 tanggal 1 Desember 2024. Tim ini ditetapkan sebagai petugas layanan khusus bagi penyandang disabilitas, lansia, ibu hamil, dan menyusui, serta masyarakat dalam kondisi darurat yang membutuhkan pelayanan Adminduk secara langsung di lapangan.
Melalui tim inilah, Disdukcapil dapat segera merespons laporan atau permintaan layanan mendesak, seperti yang dialami oleh Arsi. Masyarakat juga dapat melaporkan kebutuhan layanan khusus atau situasi mendesak melalui layanan pengaduan di nomor telepon 08116107812.
Bagi sebagian orang, dokumen kependudukan mungkin terasa biasa. Tapi bagi Arsi, yang hidup di tengah keterbatasan, dokumen itu seperti gerbang menuju kesempatan baru. Dengan memiliki KTP dan KK, banyak pintu bantuan dan layanan publik bisa didapatkan, mulai dari program sosial, pendidikan anak, hingga jaminan kesehatan.
“Dokumen seperti ini sangat penting. Selain menjadi identitas resmi, ini juga memastikan agar bantuan bisa disalurkan tepat sasaran. Ibu Arsi berhak mendapat akses yang sama seperti warga lainnya,” ujar Kadisdukcapil Banda Aceh.
Saat menerima dokumen itu, mata Arsi tampak berkaca-kaca. Ia tak menyangka perhatian datang begitu cepat, dari Ketua DPRK hingga langsung direspons oleh jajaran Disdukcapil.
“Saya sangat terharu dan berterima kasih. Sekarang saya punya KK, KTP, dan KIA bagi anak-anak. Saya bisa ikut program bantuan, bisa urus sekolah anak juga,” ucapnya dengan suara pelan namun penuh rasa syukur.
Arsi bercerita, ia ingin mengubah nasib. Ia tak ingin selamanya bergantung dari hasil mengamen.
“Saya ingin berjualan, punya tempat tinggal sendiri yang bisa juga untuk buka usaha kecil. Saya mau berjuang buat anak-anak,” katanya lirih.
Kisah Arsi menjadi cermin bagaimana pelayanan publik bisa bermakna besar ketika dilakukan dengan hati. Bagi Pemko Banda Aceh, dalam hal ini Disdukcapil, menyelesaikan dokumen adminduk bukan sekadar memenuhi kewajiban birokrasi, melainkan memastikan bahwa setiap warga tanpa terkecuali tercatat, diakui, dan mendapatkan haknya sebagai warga negara.
Hari itu, di gang kecil Simpang Surabaya, bukan hanya selembar KTP, KK dan KIA yang diserahkan, tapi juga sebuah harapan baru bagi seorang ibu muda yang tak pernah berhenti berjuang untuk keluarganya
